BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era
globalisasi ini kebutuhan masyarakat di berbagai bidang kehidupan semakin
meningkat, sehingga pendanaan yang dibutuhkan semakin meningkat juga. Sebagian
dana yang dibutuhkan berasal dari hasil pinjam meminjam atau perjanjian kredit.
Lembaga keuangan adalah lembaga yang berfungsi untuk menyimpan dan menyalurkan
dana kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.
Menurut
UU No. 21 tahun 2011, Lembaga keuangan/pelaku jasa keuangan adalah Bank Umum,
Bank Perkreditan Rakyat, Perusahan Efek, Penasihat Investasi, Bank Kustodian,
Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan,
Perusahaan Gadai dan Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksankan usahanya
secara konvensional maupun syariah. Dan Nasabah atau Konsumen adalah
pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang
tersedia di lembaga jasa keuangan antara lain nasabah pada perbankan, pemodal
di pasar modal, pemegang polis pada perasuransian, peserta pada Dana Pensiun,
berdasarkan peraturan perundang-undangan di sector jasa keuangan.
Perlindungan
terhadap nasabah dimaksudkan agar nasabah mempunyai hak untuk melakukan
pengaduan nasabah serta menggunakan forum mediasi lembaga keuangan untuk dapat
menyelesaikan sengketa di bidang keuangan, seperti macetnya kredit, sulit untuk
penarikan dana, hingga lembaga keuangan yang pailit.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
NASABAH
Lembaga keuangan yang paling dominan adalah di
sektor perbankan. Jadi di sini akan dibahas tentang perlindungan terhadap
nasabah Bank.
Pasal 1 angka 2 UU No. 10 Tahun
1998, bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Di antara usaha Bank Umum sebagaimana di atas, terdapat usaha yang lain yaitu
menerbitkan surat pengakuan hutang, membeli, menjual atau menjamin atas risiko
sendiri maupun untuk kepentingan atas perintah nasabahnya. Usaha Bank Umum
dalam menghimpun dana dari masyarakat berbentuk simpanan, pengertian simpanan
ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 10 Tahun 1998, bahwa “Simpanan adalah
dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada Bank berdasarkan perjanjian
penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu”.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 1 angka 5 UU No. 10 Tahun 1998 hubungan antara bank dengan
nasabah penyimpan dana terdapat dua hubungan, yaitu:
1. hubungan yang didasarkan atas kepercayaan,
dan
2. hubungan yang didasarkan
perjanjian penyimpanan.
Hubungan
hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana maupun nasabah debitur
berdasarkan atas suatu perjanjian. Dengan demikian hubungan antara bank dengan
nasabah didasarkan pada hubungan kepercayaan dan hubungan hukum.Hubungan atas
dasar kepercayaan maksudnya nasabah menyimpan uangnya pada bank didasarkan atas
kepercayaan bahwa bank mampu mengelola sejumlah uang yang disimpan tersebut.
Sedangkan hubungan hukum, yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum yang
mengikat antara pihak bank dengan pihak
nasabah pengguna jasa bank yang bersangkutan.
Hubungan
antara bank dengan nasabah penyimpan dana dalam produk perbankan yang berupa
tabungan tidak terdapat ketentuan khusus yang mengatur, sehingga hubungan hukum
yang digunakan didasarkan atas kontraktual yang bersifat umum. Jadi hubungan
hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana didasarkan atas perjanjian
meminjam yang artinya bank menempatkan diri sebagai peminjam dana dari nasabah
sehingga bank berhak memakai dana tersebut, dan bank mempunyai kewajiban kepada
nasabah untuk mengembalikan dana apabila ditagih oleh nasabah atau telah jatuh
tempo.
Hubungan
antara bank dengan nasabah dalam menjalankan kegiatan usahanya, menimbulkan dua
sisi tanggung jawab, yaitu kewajiban yang terletak pada bank itu sendiri dan
kewajiban yang menjadi beban nasabah penyimpan dana sebagai akibat hubungan
hukum dengan bank. [12]Hak dan kewajiban antara bank dengan nasabah diwujudkan
dalam suatu bentuk prestasi yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat
antara bank dengan nasabah.
Kewajiban bank terhadap nasabah di
antaranya sebagai berikut:
1) kewajiban bank untuk tetap menjaga
rahasia keuangan nasabah, yaitu “segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya (Pasal 1 angka 28 UU No.
10 Tahun 1998);
2) kewajiban bank untuk mengamankan
dana nasabah, yang dalam kaitannya dengan tanggung jawab mengamankan uang
nasabah perlu mengadakan suatu jaminan simpanan uang pada bank.
3) Kewajiban untuk menerima sejumlah
uang dari nasabah, dengan mengingat fungsi utama perbankan sebagai penghimpun
dana masyarakat, maka bank berkewajiban untuk menerima sejumlah uang dari
nasabah atas produk perbankan yang dipilih, seperti tabungan dan deposito.
4) Kewajiban untuk melaporkan kegiatan
perbankan secara transparan kepada masyarakat. Adapun kewajiban yang dimaksud
adalah bank wajib melaporkan kegiatan banknya kepada masyarakat secara
transparan, artinya selama kurun waktu tertentu.
5) Kewajiban bank untuk mengetahui
secara mendalam tentang nasabah-nya. Adapun yang dimaksud dengan kewajiban ini
adalah bank wajib meminta keterangan bukti diri dari nasabah, dengan maksud
mencegah hak-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari apabila seseorang akan
mengambil atau menarik uangnya dari bank yang bersangkutan.
Sedangkan
yang berkaitan dengan hak-hak nasabah di antaranya:
1) nasabah berhak untuk mengetahui
secara terinci tentang produk-produk perbankan yang ditawarkan. Hak ini
merupakan hak utama nasabah, karena tanpa penjelasan secara terinci dari bank
melalui customer servicenya, maka
sangat sulit nasabah untuk memilih produk perbankan yang sesuai dengan kehendak
nasabah, hak-hak yang akan diterima oleh nasabah apabila nasabah akan
menyerahkan dananya kepada bank untuk dikelola;
2)
nasabah
berhak untuk mendapatkan bunga atas produk tabungan dan deposito yang telah
diperjanjikan terlebih dahulu.
Memperhatikan
uraian sebagaimana tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa nasabah penyimpan
dana perlu mendapatkan perlindungan hukum atas dana yang disimpannya tersebut,
karena masyarakat menyimpan dananya hanya didasarkan atas kepercayaan bahwa
nasabah percaya dana yang disimpan akan digunakan oleh bank sesuai dengan usaha
bank dan tidak menyimpang dari maksud dan tujuan usaha bank. Pada kondisi yang
demikian ini perlu ada suatu pengawasan terhadap bank tersebut agar dengan
pengawasan tidak mengakibatkan timbulnya suatu kerugian bagi nasabah.
Menurut UU
No.21 Tahun 2011, pelaku jasa keuangan yang melanggar ketentuan dalam UU
tersebut akan dikenakan sanksi administrative, antara lain berupa:
1. Peringatan tertulis
2. Denda yaitu kewajiban untuk mebayar
sejumlah uang tertentu
3. Pembatasan kegiatan usaha
4. Pembekuan kegiatan usaha
5. Pencabutan kegiatan usaha
2.2 LEMBAGA
PENJAMIN SIMPANAN
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga
independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia.
Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24
tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September 2004.
Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga
pendirian dan operasional LPS dimulai pada 22 September 2005.Setiap bank yang
melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta
penjaminan LPS.
Fungsi dan Peran LPS dalam Perlindungan Nasabah
LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam
menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya.Sejak tanggal 22 Maret
2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin LPS maksimum sebesar Rp 100
juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan
bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki
simpanan lebih dari Rp 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari
hasil likuidasi bank tersebut. Tujuan kebijakan publik penjaminan LPS tersebut
adalah untuk melindungi simpanan nasabah kecil karena berdasarkan data
distribusi simpanan per 31 Desember 2006,
rekening bersaldo sama atau kurang dari Rp 100 juta mencakup lebih dari 98%
rekening simpanan.Sejak terjadi krisis global pada tahun 2008, Pemerintah
kemudian mengeluarkan Perpu No. 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang
mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh LPS menjadi Rp2.000.000.000 (dua
miliar rupiah). Perpu ini dapat disesuaikan kembali, apabila krisis global
meluas atau mereda.
BAB III
STUDI KASUS
3.1 KASUS BANK CENTURY
Kronologis singkat kasus bank century:
2.
1999
: Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas alias rights issue pertama. Robert
Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia
untuk mengajukan right issue ini.
3.
2003
: bank CIC diketahui sedang mengalami masalah. Ditemukan banyak surat berharga
valuta asing mencapai nilai 2 triliun rupiah. Valuta asing itu tidak mempunyai
peringkat, berjangka panjang, bunganya rendah serta tidak mudah dijual. BI pun
memberikan saran merger untuk mengatasinya.
4.
2004
: bank CIC melakukan merger dengan bank denpac dan bank pikko, sehingga
terbentuklah bank century. Setelah terbentuk, BI menyarankan bank century untuk
menjual valuta asing tersebut, namun pemegang saham lebih memilih menjadikan
valuta asing itu sebagai deposito di bank Dresdner, Swiss. Ternyata deposito
yang disimpan di bank Dresdner ini sangat sulit ditagih.
5.
2005
: Budi Sampoerna menjadi salah satu nasabah terbesar Bank Century cabang
Kertajaya, Surabaya. Selain itu, BI juga mendeteksi adanya valuta asing di bank
century berjumlah 210 juta dolar Amerika.
6.
2008
: awal kehancuran bank century. Sebab pada saat itu, beberapa nasabah besar
ingin menarik dana yang disimpan di bank century. Di antara nasabah itu ialah
budi sampoerna, PT Timah Tbk, dan PT Jamsostek. Bank century pun mengalami
kesulitan likuiditas.
7.
1
oktober 2008 : Budi Sampoerna tak dapat menarik uangnya yang berjumlah sekitar
2 triliun rupiah dari bank century. Sepekan kemudian, bos Bank Century Robert
Tantular membujuk Budi dan anaknya yang bernama Sunaryo, agar menjadi pemegang
saham dengan alasan Bank Century mengalami likuiditas.
8.
30
oktober 2008 ditemukan sekitar 56 juta dolar Amerika surat berharga valuta
asing jatuh tempo dan gagal bayar.
9.
13
november 2008 : BI menggelar rapat konsulitasi melalui telekonferensi dengan
Menteri Keungan Sri Mulyani, yang tengah mendampingi Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dalam sidang G-20 di Washington, Amerika Serikat. Budiyono selaku
gubernur bank Indonesia pun membenarkan bahwa bank century tidak mampu menerima
permintaan dana dari nasabah sehingga terjadi rush( rush: terburu-buru,
kesibukan).
10.
14
november 2008 : Bank Century mengajukan permohonan fasilitas pendanaan darurat
dengan alasan sulit mendapat pendanaan. Budi Sampoerna setuju memindahkan
seluruh dana dari rekening di Bank Century cabang Kertajaya, Surabaya ke Cabang
Senayan, Jakarta.
11.
17
november 2008 : Antaboga Delta Sekuritas yang dimiliki Robert Tantutar mulai
default membayar kewajiban atas produk discreationary fund yang di jual Bank
Century sejak akhir 2007.
12.
20
november 2008 : bank century ditetapkan sebagai bank gagal dan dikirimkan surat
kepada Menkeu tentang Penetapan Status Bank Gagal pada Bank Century dan
menyatakan perlunya penanganan lebih lanjut. Sri Mulyani selaku Ketua Komite
Stabilitas Sektor Keuangan langsung menggelar rapat untuk membahas nasib bank
century ini. Dan diketahui rasio kecukupan modal atau CAR Bank Century minus
hingga 3,52 persen melalui data per 31 oktober 2008. Diputuskan, guna menambah
kebutuhan modal untuk menaikkan CAR menjadi 8 persen adalah sebesar Rp 632
miliar. Rapat tersebut juga membahas apakah akan timbul dampak sistemik jika
Bank Century dilikuidasi. Dan menyerahkan Bank Century kepada lembaga penjamin.
13. 21 November Disuntik Pemerintah.
Bank Mutiara merupakan
transformasi dari Bank Century yang diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) pada 2008. Penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik
diputuskan dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dengan No.
04/KSSK.03/2008 pada tanggal 21 November 2008. Hal ini dikatakan sebagai bagian
dari langkah penyelamatan kesehatan ekonomi nasional. Usia penetapan tersebut,
kemudian pada 24 November 2008 digelontorkan Penyertaan Modal Sementara (PMS)
atau dikenal dengan bail out. Dana PMS Bank Century terus mengalami
pembengkakan dari awalnya sebesar Rp 632 miliar hingga per 24 Juli 2009 PMS
yang diberikan seluruhnya mencapai Rp 6,762 triliun.
14.
3 Oktober 2009 Ganti Nama
Sebagai upaya untuk menghidupkan
kembali perusahaan, pada 3 Oktober 2009 Bank Century kemudian resmi berganti
nama menjadi Bank Mutiara dan sahamnya akan dijual kepada investor yang
tertarik. Namun dari proses penjualan saham Bank Mutiara yang sudah
dilaksanakan sejak 2011, 2012, dan awal 2013, belum ada perusahaan yang
dinyatakan layak memiliki bank yang pernah membuat heboh ekonomi dan politik
nasional tersebut.
15.
Desember 2013 Suntikan Kedua
Bahkan pada Desember 2013 bank ini
kembali mendapat suntikan dana Rp 1,249 triliun. Sehingga total dana suntikan
ke Bank Mutiara oleh pemerintah hampir mencapai Rp 8 triliun. Tiga bank milik
BUMN seperti PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk atau PT
Bank Rakyat Indonesia (BRI) sempat diharapan untuk menjadi pembeli Bank
Mutiara. Namun lagi-lagi hal tersebut tidak pernah menjadi kenyataan.
16.
April 2014 Mulai dijual
Pada 23 Apr 2014, Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) menyatakan telah menerima 18 investor yang tertarik untuk
membeli PT Bank Mutiara Tbk. Sebagian besar investor itu berasal dari luar
negeri. Dari 18 investor tersebut kemudian mengerucut menjadi 11 investor
dimana 7 diantaranya merupakan investor asing yang berasal dari Jepang,
Singapura, Malaysia, dan Hongkong.
17.
12 September 2014
Hingga akhirnya pada 12 September
2014, J Trust Co. Ltd. menjadi pemenang tender divestasi yang diumumkan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). J Trust Co menyatakan bahwa pihaknya menjadi
pemenang tender divestasi 99,996% saham Bank Mutiara. Namun J Trust tidak
menyebutkan berapa dana yang dikeluarkan untuk membeli saham Bank Mutiara
tersebut.
BAB IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Bahwa
nasabah penyimpan dana perlu mendapatkan perlindungan hukum atas dana yang
disimpannya tersebut, karena masyarakat menyimpan dananya hanya didasarkan atas
kepercayaan bahwa nasabah percaya dana yang disimpan akan digunakan oleh bank
sesuai dengan usaha bank dan tidak menyimpang dari maksud dan tujuan usaha
bank, karena hubungan antara bank nasabah merupakan yang didasarkan atas
kepercayaan, dan hubungan yang didasarkan
perjanjian penyimpanan.
Pada kasus
Bank Century, nasabah tidak bisa melakukan penarikan dana karena terjadi rush
pada bank Century, sehingga Bank Century ditetapkan sebagai BANK GAGAL oleh
LPS. Dalam kasus ini pemerintah memBail out Bank Century dengan mengucurkan
dana sebesar Rp.6,7 Triliun lewat LPS sebagai bentuk perlindungan Nasabah.
Walaupun kemudian banyak terjadi masalah terkait dana talangan tersebut, karena
terindikasi terjadinya banyak penyimpangan.
DAFTAR PUSTAKA
Republik
Indonesia.2011.Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan.Jakarta.
Deny, Septyan.2014.Lika-Liku Penjualan Bank Mutiara,[Online],
(http://bisnis.liputan6.com/read/2105101/lika-liku-penjualan-bank-mutiara)
Anonym.2014.Lembaga Penjamin Simpanan.[Online], (http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Penjamin_Simpanan)
Asma.2012. Perlindungan
Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Dana Dalam Kasus Pembobolan Rekening( Studi
Kasus Citybank ),[Online], (http://asma1981.blogspot.com/2012/09/perlindungan-hukum-terhadap-nasabah.html)
www.Lps.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar