Pages

Selasa, 17 Maret 2015

MAKALAH PERLINDUNGAN NASABAH




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Di era globalisasi ini kebutuhan masyarakat di berbagai bidang kehidupan semakin meningkat, sehingga pendanaan yang dibutuhkan semakin meningkat juga. Sebagian dana yang dibutuhkan berasal dari hasil pinjam meminjam atau perjanjian kredit. Lembaga keuangan adalah lembaga yang berfungsi untuk menyimpan dan menyalurkan dana kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.
Menurut UU No. 21 tahun 2011, Lembaga keuangan/pelaku jasa keuangan adalah Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Perusahan Efek, Penasihat Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Gadai dan Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksankan usahanya secara konvensional maupun syariah. Dan Nasabah atau Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di lembaga jasa keuangan antara lain nasabah pada perbankan, pemodal di pasar modal, pemegang polis pada perasuransian, peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sector jasa keuangan.
Perlindungan terhadap nasabah dimaksudkan agar nasabah mempunyai hak untuk melakukan pengaduan nasabah serta menggunakan forum mediasi lembaga keuangan untuk dapat menyelesaikan sengketa di bidang keuangan, seperti macetnya kredit, sulit untuk penarikan dana, hingga lembaga keuangan yang pailit.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH
Lembaga keuangan yang paling dominan adalah di sektor perbankan. Jadi di sini akan dibahas tentang perlindungan terhadap nasabah Bank.
 Pasal 1 angka 2 UU No. 10 Tahun 1998, bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Di antara usaha Bank Umum sebagaimana di atas, terdapat usaha yang lain yaitu menerbitkan surat pengakuan hutang, membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan atas perintah nasabahnya. Usaha Bank Umum dalam menghimpun dana dari masyarakat berbentuk simpanan, pengertian simpanan ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 10 Tahun 1998, bahwa “Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada Bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 UU No. 10 Tahun 1998 hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan dana terdapat dua hubungan, yaitu:
1.  hubungan yang didasarkan atas kepercayaan, dan
2. hubungan yang didasarkan perjanjian penyimpanan.
Hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana maupun nasabah debitur berdasarkan atas suatu perjanjian. Dengan demikian hubungan antara bank dengan nasabah didasarkan pada hubungan kepercayaan dan hubungan hukum.Hubungan atas dasar kepercayaan maksudnya nasabah menyimpan uangnya pada bank didasarkan atas kepercayaan bahwa bank mampu mengelola sejumlah uang yang disimpan tersebut. Sedangkan hubungan hukum, yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum yang mengikat antara pihak bank dengan pihak  nasabah pengguna jasa bank yang bersangkutan.
Hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan dana dalam produk perbankan yang berupa tabungan tidak terdapat ketentuan khusus yang mengatur, sehingga hubungan hukum yang digunakan didasarkan atas kontraktual yang bersifat umum. Jadi hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana didasarkan atas perjanjian meminjam yang artinya bank menempatkan diri sebagai peminjam dana dari nasabah sehingga bank berhak memakai dana tersebut, dan bank mempunyai kewajiban kepada nasabah untuk mengembalikan dana apabila ditagih oleh nasabah atau telah jatuh tempo.
Hubungan antara bank dengan nasabah dalam menjalankan kegiatan usahanya, menimbulkan dua sisi tanggung jawab, yaitu kewajiban yang terletak pada bank itu sendiri dan kewajiban yang menjadi beban nasabah penyimpan dana sebagai akibat hubungan hukum dengan bank. [12]Hak dan kewajiban antara bank dengan nasabah diwujudkan dalam suatu bentuk prestasi yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah.
Kewajiban bank terhadap nasabah di antaranya sebagai berikut:
1)      kewajiban bank untuk tetap menjaga rahasia keuangan nasabah, yaitu “segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya (Pasal 1 angka 28 UU No. 10 Tahun 1998);
2)      kewajiban bank untuk mengamankan dana nasabah, yang dalam kaitannya dengan tanggung jawab mengamankan uang nasabah perlu mengadakan suatu jaminan simpanan uang pada bank.
3)      Kewajiban untuk menerima sejumlah uang dari nasabah, dengan mengingat fungsi utama perbankan sebagai penghimpun dana masyarakat, maka bank berkewajiban untuk menerima sejumlah uang dari nasabah atas produk perbankan yang dipilih, seperti tabungan dan deposito.
4)      Kewajiban untuk melaporkan kegiatan perbankan secara transparan kepada masyarakat. Adapun kewajiban yang dimaksud adalah bank wajib melaporkan kegiatan banknya kepada masyarakat secara transparan, artinya selama kurun waktu tertentu.
5)      Kewajiban bank untuk mengetahui secara mendalam tentang nasabah-nya. Adapun yang dimaksud dengan kewajiban ini adalah bank wajib meminta keterangan bukti diri dari nasabah, dengan maksud mencegah hak-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari apabila seseorang akan mengambil atau menarik uangnya dari bank yang bersangkutan.

Sedangkan yang berkaitan dengan hak-hak nasabah di antaranya:
1)      nasabah berhak untuk mengetahui secara terinci tentang produk-produk perbankan yang ditawarkan. Hak ini merupakan hak utama nasabah, karena tanpa penjelasan secara terinci dari bank melalui customer servicenya, maka sangat sulit nasabah untuk memilih produk perbankan yang sesuai dengan kehendak nasabah, hak-hak yang akan diterima oleh nasabah apabila nasabah akan menyerahkan dananya kepada bank untuk dikelola;
2)      nasabah berhak untuk mendapatkan bunga atas produk tabungan dan deposito yang telah diperjanjikan terlebih dahulu.
           
Memperhatikan uraian sebagaimana tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa nasabah penyimpan dana perlu mendapatkan perlindungan hukum atas dana yang disimpannya tersebut, karena masyarakat menyimpan dananya hanya didasarkan atas kepercayaan bahwa nasabah percaya dana yang disimpan akan digunakan oleh bank sesuai dengan usaha bank dan tidak menyimpang dari maksud dan tujuan usaha bank. Pada kondisi yang demikian ini perlu ada suatu pengawasan terhadap bank tersebut agar dengan pengawasan tidak mengakibatkan timbulnya suatu kerugian bagi nasabah.

Menurut UU No.21 Tahun 2011, pelaku jasa keuangan yang melanggar ketentuan dalam UU tersebut akan dikenakan sanksi administrative, antara lain berupa:
1.      Peringatan tertulis
2.      Denda yaitu kewajiban untuk mebayar sejumlah uang tertentu
3.      Pembatasan kegiatan usaha
4.      Pembekuan kegiatan usaha
5.      Pencabutan kegiatan usaha



2.2  LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September 2004. Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional LPS dimulai pada 22 September 2005.Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS.
Fungsi dan Peran LPS dalam Perlindungan Nasabah
LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya.Sejak tanggal 22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin LPS maksimum sebesar Rp 100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki simpanan lebih dari Rp 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari hasil likuidasi bank tersebut. Tujuan kebijakan publik penjaminan LPS tersebut adalah untuk melindungi simpanan nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan per 31 Desember 2006, rekening bersaldo sama atau kurang dari Rp 100 juta mencakup lebih dari 98% rekening simpanan.Sejak terjadi krisis global pada tahun 2008, Pemerintah kemudian mengeluarkan Perpu No. 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh LPS menjadi Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah). Perpu ini dapat disesuaikan kembali, apabila krisis global meluas atau mereda.




BAB III
STUDI KASUS

3.1 KASUS BANK CENTURY
Kronologis singkat kasus bank century:
1.      1989 : Robert Tantular mendirikan Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC).
2.      1999 : Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas alias rights issue pertama. Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia untuk mengajukan right issue ini.
3.      2003 : bank CIC diketahui sedang mengalami masalah. Ditemukan banyak surat berharga valuta asing mencapai nilai 2 triliun rupiah. Valuta asing itu tidak mempunyai peringkat, berjangka panjang, bunganya rendah serta tidak mudah dijual. BI pun memberikan saran merger untuk mengatasinya.
4.      2004 : bank CIC melakukan merger dengan bank denpac dan bank pikko, sehingga terbentuklah bank century. Setelah terbentuk, BI menyarankan bank century untuk menjual valuta asing tersebut, namun pemegang saham lebih memilih menjadikan valuta asing itu sebagai deposito di bank Dresdner, Swiss. Ternyata deposito yang disimpan di bank Dresdner ini sangat sulit ditagih.
5.      2005 : Budi Sampoerna menjadi salah satu nasabah terbesar Bank Century cabang Kertajaya, Surabaya. Selain itu, BI juga mendeteksi adanya valuta asing di bank century berjumlah 210 juta dolar Amerika.
6.      2008 : awal kehancuran bank century. Sebab pada saat itu, beberapa nasabah besar ingin menarik dana yang disimpan di bank century. Di antara nasabah itu ialah budi sampoerna, PT Timah Tbk, dan PT Jamsostek. Bank century pun mengalami kesulitan likuiditas.
7.      1 oktober 2008 : Budi Sampoerna tak dapat menarik uangnya yang berjumlah sekitar 2 triliun rupiah dari bank century. Sepekan kemudian, bos Bank Century Robert Tantular membujuk Budi dan anaknya yang bernama Sunaryo, agar menjadi pemegang saham dengan alasan Bank Century mengalami likuiditas.
8.      30 oktober 2008 ditemukan sekitar 56 juta dolar Amerika surat berharga valuta asing jatuh tempo dan gagal bayar.
9.      13 november 2008 : BI menggelar rapat konsulitasi melalui telekonferensi dengan Menteri Keungan Sri Mulyani, yang tengah mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang G-20 di Washington, Amerika Serikat. Budiyono selaku gubernur bank Indonesia pun membenarkan bahwa bank century tidak mampu menerima permintaan dana dari  nasabah sehingga terjadi rush( rush: terburu-buru, kesibukan).
10.  14 november 2008 : Bank Century mengajukan permohonan fasilitas pendanaan darurat dengan alasan sulit mendapat pendanaan. Budi Sampoerna setuju memindahkan seluruh dana dari rekening di Bank Century cabang Kertajaya, Surabaya ke Cabang Senayan, Jakarta.
11.  17 november 2008 : Antaboga Delta Sekuritas yang dimiliki Robert Tantutar mulai default membayar kewajiban atas produk discreationary fund yang di jual Bank Century sejak akhir 2007.
12.  20 november 2008 : bank century ditetapkan sebagai bank gagal dan dikirimkan surat kepada Menkeu tentang Penetapan Status Bank Gagal pada Bank Century dan menyatakan perlunya penanganan lebih lanjut. Sri Mulyani selaku Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan langsung menggelar rapat untuk membahas nasib bank century ini. Dan diketahui rasio kecukupan modal atau CAR Bank Century minus hingga 3,52 persen melalui data per 31 oktober 2008. Diputuskan, guna menambah kebutuhan modal untuk menaikkan CAR menjadi 8 persen adalah sebesar Rp 632 miliar. Rapat tersebut juga membahas apakah akan timbul dampak sistemik jika Bank Century dilikuidasi. Dan menyerahkan Bank Century kepada lembaga penjamin. 
13.  21 November Disuntik Pemerintah.                                                                  
Bank Mutiara merupakan transformasi dari Bank Century yang diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada 2008. Penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik diputuskan dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dengan No. 04/KSSK.03/2008 pada tanggal 21 November 2008. Hal ini dikatakan sebagai bagian dari langkah penyelamatan kesehatan ekonomi nasional. Usia penetapan tersebut, kemudian pada 24 November 2008 digelontorkan Penyertaan Modal Sementara (PMS) atau dikenal dengan bail out. Dana PMS Bank Century terus mengalami pembengkakan dari awalnya sebesar Rp 632 miliar hingga per 24 Juli 2009 PMS yang diberikan seluruhnya mencapai Rp 6,762 triliun.
14.  3 Oktober 2009 Ganti Nama
Sebagai upaya untuk menghidupkan kembali perusahaan, pada 3 Oktober 2009 Bank Century kemudian resmi berganti nama menjadi Bank Mutiara dan sahamnya akan dijual kepada investor yang tertarik. Namun dari proses penjualan saham Bank Mutiara yang sudah dilaksanakan sejak 2011, 2012, dan awal 2013, belum ada perusahaan yang dinyatakan layak memiliki bank yang pernah membuat heboh ekonomi dan politik nasional tersebut.
15.  Desember 2013 Suntikan Kedua
Bahkan pada Desember 2013 bank ini kembali mendapat suntikan dana Rp 1,249 triliun. Sehingga total dana suntikan ke Bank Mutiara oleh pemerintah hampir mencapai Rp 8 triliun. Tiga bank milik BUMN seperti PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk atau PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) sempat diharapan untuk menjadi pembeli Bank Mutiara. Namun lagi-lagi hal tersebut tidak pernah menjadi kenyataan.
16.  April 2014 Mulai dijual
Pada 23 Apr 2014, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan telah menerima 18 investor yang tertarik untuk membeli PT Bank Mutiara Tbk. Sebagian besar investor itu berasal dari luar negeri. Dari 18 investor tersebut kemudian mengerucut menjadi 11 investor dimana 7 diantaranya merupakan investor asing yang berasal dari Jepang, Singapura, Malaysia, dan Hongkong.
17.  12 September 2014
Hingga akhirnya pada 12 September 2014, J Trust Co. Ltd. menjadi pemenang tender divestasi yang diumumkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). J Trust Co menyatakan bahwa pihaknya menjadi pemenang tender divestasi 99,996% saham Bank Mutiara. Namun J Trust tidak menyebutkan berapa dana yang dikeluarkan untuk membeli saham Bank Mutiara tersebut.

BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Bahwa nasabah penyimpan dana perlu mendapatkan perlindungan hukum atas dana yang disimpannya tersebut, karena masyarakat menyimpan dananya hanya didasarkan atas kepercayaan bahwa nasabah percaya dana yang disimpan akan digunakan oleh bank sesuai dengan usaha bank dan tidak menyimpang dari maksud dan tujuan usaha bank, karena hubungan antara bank nasabah merupakan yang didasarkan atas kepercayaan, dan  hubungan yang didasarkan perjanjian penyimpanan.
Pada kasus Bank Century, nasabah tidak bisa melakukan penarikan dana karena terjadi rush pada bank Century, sehingga Bank Century ditetapkan sebagai BANK GAGAL oleh LPS. Dalam kasus ini pemerintah memBail out Bank Century dengan mengucurkan dana sebesar Rp.6,7 Triliun lewat LPS sebagai bentuk perlindungan Nasabah. Walaupun kemudian banyak terjadi masalah terkait dana talangan tersebut, karena terindikasi terjadinya banyak penyimpangan.








DAFTAR PUSTAKA


Republik Indonesia.2011.Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.Jakarta.
Deny, Septyan.2014.Lika-Liku Penjualan Bank Mutiara,[Online], (http://bisnis.liputan6.com/read/2105101/lika-liku-penjualan-bank-mutiara)
Anonym.2014.Lembaga Penjamin Simpanan.[Online], (http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Penjamin_Simpanan)
Asma.2012. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Dana Dalam Kasus Pembobolan Rekening( Studi Kasus Citybank ),[Online], (http://asma1981.blogspot.com/2012/09/perlindungan-hukum-terhadap-nasabah.html)
www.Lps.go.id





Tidak ada komentar:

Posting Komentar